It looks like the link pointing here was faulty. Maybe try searching?

Hello World!

‘Age of Consent’ adalah pameran daring di www.galeri.salihara.org yang tayang dari 19 November 2022 hingga 28 Mei 2023, dikurasi oleh Christine Toelle dan Luthfi Zulkifli. Pameran ini berperan sebagai ruang konvergen tempat seniman dan audiens daring saling merespon proses kreasi karya seni media baru. Aktivitas ini mengeksplorasi langsung cara proses artistik berbasis jaringan, mengkonversi ragam bentuk mobilitas melalui empat bentuk fundamental: waktu, ruang, benda dan energi.

Para seniman, yaitu: (con)struck, Cut and Rescue, Theo Nugraha, dan Yim Hyun Jung terlibat dalam proses produksi karya secara publik selama program pameran berlangsung. Rekomendasi bentuk interaksi antara audiens dan karya dibantu oleh kuis yang disediakan dalam tayangan daring pameran di laman situs Salihara. Sementara itu, bentuk aktivitas dan interaksi antar seniman-audiens berlangsung melalui beragam kanal dan segmen durasi, disesuaikan dengan konfigurasi masing-masing karya.

Dalam durasi enam bulan pameran, akan dilaksanakan program-program publik yang disesuaikan dengan masing-masing karya. Bentuk interaksi antar seniman-audiens terbesar akan hadir dalam Public Paper, sebuah program dengan sumber terbuka, yang memfasilitasi ruang kreasi bersama masing-masing karya seniman. Live Chat adalah program publik lain yang memberi kesempatan berdialog dengan publik bagi masing-masing seniman. Semua entri log ini akan dipublikasikan dalam publikasi pasca-pembukaan pameran sebagai Archived Cabinets, menghadirkan hasil koresponden audiens dengan seniman dan karya-karyanya.

Pameran ini disponsori oleh Korea Foundation Jakarta Office sebagai pameran pasca program ‘XPLORE: New Media Art Incubation’ oleh the Center for Art and Community Management (ARCOLABS) dan dikelola bersama Galeri Salihara sebagai perpanjangan dari program ‘Universal Iteration’.

‘Age of Consent’ is an online exhibition, showcased live at www.galeri.salihara.org from November 19th, 2022 to May 28th, 2023 curated by Christine Toelle and Luthfi Zulkifli. The exhibition serves as a convergent platform where artists and online audiences co-response to the process of new media art creation. It directly explores how the net-based artistic process converses diverse forms of mobility through four major fundamentals: time, space, object, and energy.

The four artists: (con)struck, Cut and Rescue, Theo Nugraha, and Yim Hyun Jung are involved in the artwork production process which publicly happens throughout the exhibition. Audience-artworks interactions are recommended through a quiz utility available in the live display on Salihara’s website page. The activities and interactions between artists-audiences progress through various channels and durations placed accordingly to each artwork’s configuration.

Through a six-month exhibition period, the tailored-to-artworks public programs will be conducted. The major artist-audience interaction is presented through Public Paper, which is an open-sourced program –facilitated as a series of each artist’s co-creation platform. Live Chat, on the other hand, provides each artist or collective with an opportunity for discussion and dialogues with the public. These log entries will later be published through the Archived Cabinets, acting as a post-opening publication launch to showcase the results of audience correspondence toward artists and artworks.

This exhibition is sponsored by the Korea Foundation Jakarta Office as a post-exhibition program of XPLORE: New Media Art Incubation by the Center for Art and Community Management (ARCOLABS) and co-organized by Salihara Gallery as an extension of the Universal Iteration.

Biografi Kurator

Curators’ Bio

Christine Toelle

Christine Toelle (b.1996) adalah seorang praktisi seni asal Indonesia. Kerjanya meliputi riset dan publikasi seni, dimulai dalam ranah nirlaba dari tahun 2015 dan saat ini sebagai Koordinator Pendidikan dan Program Publik di Jakarta. Selain dalam bidang manajemen, dirinya juga beberapa kali mengkuratori dan menjadi penulis dalam pameran-pameran yang secara spesifik membahas medium atau batasan artistik tertentu. Minatnya berpokok dan berkembang pada pengelolaan struktur, keberlanjutan & jangkauan program, serta inklusivitas dalam ranah seni budaya.
Christine Toelle (b.1996) is an art practitioner based in Indonesia. Her focus on art research and publications started in non-profit communities in 2015 and is currently working as an Education and Public Programs Coordinator in Jakarta. Setting aside her works in art management, she has also written and curated several exhibitions specifying the development of artistic mediums. Her interest leads and expands within the development of structures, program outreach & sustainability, and inclusivity in the art and cultural scene.

Luthfi Zulkifli

Luthfi Zulkifli (b.1994) adalah kurator independen dan art director yang berdomisili di Indonesia. Setelah lulus dari bangku kuliah, Luthfi kerap menggunakan berbagai pendekatan dalam menciptakan sebuah karya atau pameran yang berfokus pada penyebaran distribusi pengetahuan.
Luthfi Zulkifli (b.1994) is an independent curator and art director based in Indonesia. After graduating from college, Luthfi often uses various approaches in creating a work or exhibition that focuses on the distribution of knowledge.

Bob Edrian

Bob Edrian merupakan seorang kurator dan penulis yang berbasis di Bandung. Karya-karyanya berfokus pada penelitian mengenai perkembangan seni bunyi dan seni media. Proyek kuratorial yang pernah ia kerjakan antara lain Bandung New Emergence Vol. 6: Listen! (2016), Intomedia (2017), Soemardja Sound Art Project (2018), International Media Art Festival Instrumenta (2018-2019), Pancaran Citra Lokal (2020), dan Universal Iteration (2021). Saat ini ia bekerja sebagai kurator di NuArt Sculpture Park, Bandung, sekaligus direktur Audial Plane, sebuah divisi sound art dan musik eksperimental di Orange Cliff Records. Tulisan terakhirnya dimuat di The Bloomsbury Handbook of Sound Art (2020).

Yovista Ahtajida

Yovista Ahtajida adalah seniman independen yang tinggal di Jakarta. Karya-karyanya sering mengangkat relasi kapitalisme dan Islamisme berdasarkan pengalaman keluarga muslim fundamentalis dan latar belakang pendidikan. Pada 2012 ia mendirikan The Youngrrr, sebuah kolektif seni video. Karyanya dengan The Youngrrr telah dipresentasikan di European Media Art Festival (EMAF) 2014, Berlin International Film Festival (Berlin, 2014), South Asian Visual Art Centre (Toronto, 2014) dan Jakarta Biennale 2015. Karya tunggalnya telah dipresentasikan dalam Video Vortex XI, pada Kochi Muziris Biennale (India, 2017), W:OW 18, Torrance Art Museum (Los Angeles, 2018) dan Bandung Contemporary Art Award 2017. Pameran tunggalnya bertajuk Hijrah di LIR Space Yogyakarta (2018).

Rizki Lazuardi

Rizki Lazuardi adalah seniman dan kurator yang bekerja dengan medium gambar bergerak dan expanded cinema. Ia menyelesaikan pendidikan Film dan Seni Media di HFBK University of Fine Arts Hamburg, Jerman. Karya dan programnya menjadi bagian dari sejumlah pameran dan festival, di antaranya IFFR Rotterdam, Singapore Art Museum, European Media Arts Festival Osnabrueck, Image Forum Tokyo, dan Jakarta Biennale. Saat ini ia menjadi salah satu konsultan program di Arsenal Berlin untuk Berlinale Forum.

Indah Arsyad

Indah Arsyad berkarya dalam bentuk tulisan, instalasi, patung dan seni media. Karya-karyanya mengangkat isu-isu sosial, budaya dan lingkungan yang selalu didasarkan pada penelitian ilmiah. Ia menyelesaikan pendidikan di Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti. Karyanya telah dipamerkan dalam berbagai pameran nasional dan internasional, termasuk pameran tunggal di Museum Nasional Indonesia dengan tajuk On The Way (2008). Ia juga berpameran di London Art Biennale di Chelsea Old Town Hall (United Kingdom, 2021) dan KNOCK KNOCK KNOCK di Hancock Art Museum (Korea Selatan, 2021).

Eldwin Pradipta

Eldwin Pradipta adalah lulus Jurusan Intermedia, Fakultas Seni & Desain, Institut Teknologi Bandung. Karyanya kerap mengeksplorasi proyeksi video dan media digital lainnya. Ia pernah terpilih sebagai salah satu finalis BaCAA ke-4 pada 2015 dan turut mengambil bagian dalam Indonesia Art Award 2015 yang diinisiasi oleh Yayasan Seni Rupa Indonesia. Pada 2016, Eldwin bergabung dengan beberapa pameran bersama, seperti A.S.A.P. New Contemporary Artist from Indonesia (Galeri G13 Kuala Lumpur, Malaysia) dan Stills in Action, Video Stage di Art Stage (Marina Bay Sands, Singapura). Ia juga telah mengikuti beberapa pameran, seperti South East Asia Forum (Art Stage Singapore) dan Fantasy Island in Objectificts (Center for Film and Photography, Singapura, 2017). Karyanya pernah dipamerkan di Manifesto 6.0: Multipolar (Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2018) dan Beyond Painting: Extend the Boundaries (Art Expo Malaysia, 2019).

Universal Iteration: Intermissions

28 Mei 2022 - 28 Mei 2023

Seniman: Aki Onda, Eldwin Pradipta, Indah Arsyad, Rizki Lazuardi, XXLAB, dan Yovista Ahtajida
Kurator: Asikin Hasan, Bob Edrian

Waktu Jeda dan Limbah Pemanfaatan Internet

Teknologi internet telah merasuk dalam segala aktivitas manusia hari ini. Bagi kebanyakan orang, internet mungkin saja telah menjadi kebutuhan yang mengisi celah antara kebutuhan primer dan sekunder. Pada kenyataannya, manusia tentu bisa hidup tanpa internet. Terlepas dari persoalan sebaran akses internet, ditambah dengan ragam kekuatan jaringan yang bergantung pada penyedia dan titik akses, secara global internet telah memicu banyak kemungkinan dan potensi baru di berbagai bidang.

Pemanfaatan teknologi internet menuntut manusia untuk memahami waktu dan tempat secara berbeda. Ada yang harus dibagi, waktu dan tempat di dunia nyata sekaligus di dunia maya. Apa efek samping dari alokasi ‘bergantian’ aktivitas di dunia fisik dan dunia maya? Potensi terkikisnya waktu berhenti atau waktu jeda adalah salah satunya. Apa yang dimaknai sebagai ‘waktu luang’ di dunia nyata, kini ‘diisi’ oleh ramainya dunia virtual. Secara tidak langsung, manusia telah mengganti waktu rehatnya dengan interaksi virtual. Selain ketika tiba waktu tidur, apakah manusia masih mampu beristirahat di putaran 24 jam?

Tidak hanya memengaruhi kesadaran ruang dan alokasi waktu manusia setiap hari, pemanfaatan teknologi internet juga menapakkan jejaknya terhadap lingkungan berupa jejak karbon. Pemanfaatan yang cenderung eksesif jelas meningkatkan produksi jejak karbon. Internet bermanfaat secara global, tetapi juga memunculkan permasalahan yang berskala global. Meningkatnya suhu bumi, cuaca ekstrim dan bencana alam, perubahan produksi rantai makanan, hingga penyebaran penyakit merupakan bentuk-bentuk konsekuensi yang tentunya harus dicermati.

Berdasarkan pada dua isu utama di atas, Universal Iteration mengajukan tema Intermissions sebagai titik tolak eksplorasi artistik dalam karya-karya berbasis internet. Universal Iteration edisi tahun 2022 melibatkan enam seniman yang merespons tema Intermissions. Aki Onda, Eldwin Pradipta, Indah Arsyad, Rizki Lazuardi, XXLab, dan Yovista Ahtajida menyajikan spektrum pemahaman dan eksplorasi yang mengitari isu-isu terluar dari teknologi internet. Universal Iteration: Intermissions mencakup beberapa upaya artistik yang mengetengahkan penelusuran tingkat pencemaran sungai di suatu daerah, kepedulian terhadap jejak karbon melalui kampanye hapus data-menanam pohon, ramainya akses film populer melalui website bajakan, manusia dan non-manusia yang saling berkejaran dalam lingkup verifikasi akses informasi dan pencarian ilmu agama, hingga renungan bencana dalam bentuk performatif.

Secara umum, Universal Iteration: Intermissions menawarkan alternatif pemikiran dan interaksi terhadap ragam dampak yang ditimbulkan oleh teknologi internet. Pemikiran dan interaksi yang mustahil dilakukan jika kita tidak bisa menjaga jarak dengan layar.

Berhenti sejenak, hiruplah udara segar.

Bob Edrian
Kurator

Bob Edrian merupakan seorang kurator dan penulis yang berbasis di Bandung. Karya-karyanya berfokus pada penelitian mengenai perkembangan seni bunyi dan seni media…

Seluruh
Program

Seniman

XXLAB

XXLAB adalah grup inisiatif dari Yogyakarta yang terdiri atas beberapa perempuan dengan berbagai latar belakang disiplin dan keahlian. XXLAB berfokus pada eksplorasi seni, sains dan teknologi bebas berbasis open source (sumber terbuka) software dan hardware yang dikerjakan secara DIY (Do It Yourself) dan DIWO (Do It With Others). XXLAB terbentuk pada 2013, sebagai kelanjutan dari lokakarya berseri “Ms. Baltazar ID”. Pada 2015 XXLAB memenangi penghargaan Voestalpine Award Prix Ars Electronica, sebuah penghargaan bergengsi di bidang seni media baru untuk kategori “next idea”. XXLAB juga mengikuti berbagai pameran seni dan inovasi, serta aktif mengadakan berbagai edukasi nonformal.

Aki Onda

Aki Onda adalah seorang seniman dan komposer yang tinggal di Mito, Jepang. Karya-karyanya sering mengangkat isu sekitar ingatan, baik pribadi, kolektif dan sejarah. Salah satu proyeknya yang terkenal adalah Cassette Memories (2004) yang direkam selama tiga dekade. Ia pernah berkolaborasi dengan beberapa seniman, di antaranya Michael Snow, Ken Jacobs, Raha Raissnia, Loren Connors, David Toop dan Akio Suzuki. Karyanya telah dipresentasikan di berbagai negara, di antaranya documenta 14, Museum Louvre, Pompidou Center, Palais de Tokyo, Fondation Cartier, Argos, Bozar, ICA London, International Film Festival Rotterdam, Toronto Biennial of Art, The Kitchen, MoMA, MoMA P.S.1, New Museum, Blank Forms, ICA Philadelphia, REDCAT, PICA dan Nam June Paik Art Center.