Pembacaan Sajak Chairil Anwar

Pameran Arsip “100 Tahun Chairil Anwar: Aku Berkisar Antara Mereka”

"Aku"
oleh Marsha Namira Habib

Aku

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi.

Maret 1943
*Versi Deru Campur Debu

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

"Doa"
oleh Erik Lasmono

Doa

                             kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

"Hampa"
oleh Marsha Namira Habib

Hampa

                                    kepada Sri

Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

*Versi Deru Campur Debu

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

"Nisan"
oleh Erik Lasmono

Nisan

                    untuk nenekanda

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
dan duka maha tuan bertakhta.

Oktober 1942

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

"1943"
oleh Erik Lasmono

1943

Racun berada di reguk pertama
Membusuk rabu terasa di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam-membelam
Jalan kaku-lurus. Putus
Candu.
Tumbang
Tanganku menadah patah
Luluh
Terbenam
Hilang
Lumpuh.
Lahir
Tegak
Berderak
Rubuh
Runtuh
Mengaum. Mengguruh
Menentang. Menyerang
Kuning
Merah
Hitam
Kering
Tandas
Rata
Rata
Rata
Dunia
Kau
Aku
Terpaku.

1943

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

"Senja di Pelabuhan Kecil"
oleh Erik Lasmono

Senja di Pelabuhan Kecil

                    buat Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak
          elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa
          terdekap.

1946

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Buat Gadis Rasid”
oleh Erik Lasmono

Buat Gadis Rasid

Antara
daun-daun hijau
padang lapang dan terang
anak-anak kecil tidak bersalah, baru bisa lari-larian
burung-burung merdu
hujan segar dan menyebar
bangsa muda menjadi, baru bisa bilang “aku”
Dan
angin tajam kering, tanah semata gersang
pasir bangkit mentanduskan, daerah dikosongi
Kita terapit, cintaku
— mengecil diri, kadang bisa mengisar setapak
Mari kita lepas, kita lepas jiwa mencari jadi merpati
Terbang
mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat
— the only possible non-stop flight.
Tidak mendapat.

1948

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Kabar Dari Laut”
oleh Erik Lasmono

Kabar Dari Laut

Aku memang benar tolol ketika itu,
mau pula membikin hubungan dengan kau;
lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu,
berujuk kembali dengan tujuan biru.

Di tubuhku ada luka sekarang,
bertambah lebar juga, mengeluar darah,
di bekas dulu kau cium napsu dan garang;
lagi aku pun sangat lemah serta menyerah.

Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi.
Pembatasan cuma tambah menyatukan kenang.
Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang.

Dan kau? Apakah kerjamu sembahyang dan
memuji,
Atau di antara mereka juga terdampar,
Burung mati pagi hari di sisi sangkar?

1946

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Kawanku dan Aku”
oleh Marsha Namira Habib

Kawanku dan Aku

*Versi Deru Campur Debu

Kami sama pejalan larut Menembus kabut Hujan mengucur badan Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat Siapa berkata-kata…? Kawanku hanya rangka saja Karena dera mengelucak tenaga Dia bertanya jam berapa? Sudah larut sekali Hilang tenggelam segala makna Dan gerak tak punya arti.

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Kawanku dan Aku”
oleh Erik Lasmono

Kawanku dan Aku

*Versi Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus

                    kepada L.K. Bohang

Kami jalan sama. Sudah larut
Menembus kabut.
Hujan mengucur badan.

Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan.

Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat.

Siapa berkata?

Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga.

Dia bertanya jam berapa!

Sudah larut sekali
Hingga hilang segala makna
Dan gerak tak punya arti

5 Juni 1943

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Derai-Derai Cemara”
oleh Marsha Namira Habib

Derai-Derai Cemara

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949

*Versi Naskah Asli

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Aku Berkisar Antara Mereka”
oleh Marsha Namira Habib

Aku Berkisar Antara Mereka

Aku berkisar antara mereka sejak terpaksa
Bertukar rupa di pinggir jalan, aku pakai mata
          mereka
pergi ikut mengunjungi gelanggang bersenda:
kenyataan-kenyataan yang didapatnya.
(bioskop Capitol putar film Amerika,
lagu-lagu baru irama mereka berdansa)
Kami pulang tidak kena apa-apa
Sungguhpun Ajal macam rupa jadi tetangga
Terkumpul di halte, kami tunggu trem dari kota
Yang bergerak di malam hari sebagai gigi masa.
Kami, timpang dan pincang, negatip dalam janji
          juga
Sandarkan tulang belulang pada lampu jalan saja,
Sedang tahun gempita terus berkata.
Hujan menimpa. Kami tunggu trem dari kota.
Ah hati mati dalam malam ada doa
Bagi yang baca tulisan tanganku dalam cinta
          mereka
Semoga segala sypilis dan segala kusta
(Sedikit lagi bertambah derita bom atom pula)
Ini buktikan tanda kedaulatan kami bersama
Terimalah duniaku antara yang menyaksikan bisa
Kualami kelam malam dan mereka dalam diriku
          pula.

1949

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Aku Berada Kembali”
oleh Erik Lasmono

Aku Berada Kembali*

Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna, kapal-kapal, elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;

rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari
lain.

Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelak-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.

Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar seterang
          guruh.

1949

*Judul sajak ini berasal dari editor buku (sumber); semula sajak ini tanpa judul

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Krawang-Bekasi”
oleh Erik Lasmono

Krawang-Bekasi

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang
          berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan
          arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang
          berserakan

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan
          kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan
          impian

Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi.

1949

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Tuti Artic”
oleh Marsha Namira Habib

Tuti Artic

Antara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga,
Adikku yang lagi keenakan menjilat es artic;
Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca
          cola.
Istriku dalam latihan: kita hentikan jam berdetik.

Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal
          terasa
— ketika kita bersepeda kuantar kau pulang —
Panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara,
Mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang.

Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali
          bertukar;
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu:
Sorga hanya permainan sebentar.

Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu
Aku dan Tuti + Greet + Amoi … hati terlantar,
Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.

1947

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

“Sia-Sia”
oleh Marsha Namira Habib

Sia-Sia

Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan Suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.

Lalu kita sama termangu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak mengerti

Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri

Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.

Februari 1943

*Versi Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sajak-Sajak

Hello World!

‘Age of Consent’ adalah pameran daring di www.galeri.salihara.org yang tayang dari 19 November 2022 hingga 28 Mei 2023, dikurasi oleh Christine Toelle dan Luthfi Zulkifli. Pameran ini berperan sebagai ruang konvergen tempat seniman dan audiens daring saling merespon proses kreasi karya seni media baru. Aktivitas ini mengeksplorasi langsung cara proses artistik berbasis jaringan, mengkonversi ragam bentuk mobilitas melalui empat bentuk fundamental: waktu, ruang, benda dan energi.

Para seniman, yaitu: (con)struck, Cut and Rescue, Theo Nugraha, dan Yim Hyun Jung terlibat dalam proses produksi karya secara publik selama program pameran berlangsung. Rekomendasi bentuk interaksi antara audiens dan karya dibantu oleh kuis yang disediakan dalam tayangan daring pameran di laman situs Salihara. Sementara itu, bentuk aktivitas dan interaksi antar seniman-audiens berlangsung melalui beragam kanal dan segmen durasi, disesuaikan dengan konfigurasi masing-masing karya.

Dalam durasi enam bulan pameran, akan dilaksanakan program-program publik yang disesuaikan dengan masing-masing karya. Bentuk interaksi antar seniman-audiens terbesar akan hadir dalam Public Paper, sebuah program dengan sumber terbuka, yang memfasilitasi ruang kreasi bersama masing-masing karya seniman. Live Chat adalah program publik lain yang memberi kesempatan berdialog dengan publik bagi masing-masing seniman. Semua entri log ini akan dipublikasikan dalam publikasi pasca-pembukaan pameran sebagai Archived Cabinets, menghadirkan hasil koresponden audiens dengan seniman dan karya-karyanya.

Pameran ini disponsori oleh Korea Foundation Jakarta Office sebagai pameran pasca program ‘XPLORE: New Media Art Incubation’ oleh the Center for Art and Community Management (ARCOLABS) dan dikelola bersama Galeri Salihara sebagai perpanjangan dari program ‘Universal Iteration’.

‘Age of Consent’ is an online exhibition, showcased live at www.galeri.salihara.org from November 19th, 2022 to May 28th, 2023 curated by Christine Toelle and Luthfi Zulkifli. The exhibition serves as a convergent platform where artists and online audiences co-response to the process of new media art creation. It directly explores how the net-based artistic process converses diverse forms of mobility through four major fundamentals: time, space, object, and energy.

The four artists: (con)struck, Cut and Rescue, Theo Nugraha, and Yim Hyun Jung are involved in the artwork production process which publicly happens throughout the exhibition. Audience-artworks interactions are recommended through a quiz utility available in the live display on Salihara’s website page. The activities and interactions between artists-audiences progress through various channels and durations placed accordingly to each artwork’s configuration.

Through a six-month exhibition period, the tailored-to-artworks public programs will be conducted. The major artist-audience interaction is presented through Public Paper, which is an open-sourced program –facilitated as a series of each artist’s co-creation platform. Live Chat, on the other hand, provides each artist or collective with an opportunity for discussion and dialogues with the public. These log entries will later be published through the Archived Cabinets, acting as a post-opening publication launch to showcase the results of audience correspondence toward artists and artworks.

This exhibition is sponsored by the Korea Foundation Jakarta Office as a post-exhibition program of XPLORE: New Media Art Incubation by the Center for Art and Community Management (ARCOLABS) and co-organized by Salihara Gallery as an extension of the Universal Iteration.

Biografi Kurator

Curators’ Bio

Christine Toelle

Christine Toelle (b.1996) adalah seorang praktisi seni asal Indonesia. Kerjanya meliputi riset dan publikasi seni, dimulai dalam ranah nirlaba dari tahun 2015 dan saat ini sebagai Koordinator Pendidikan dan Program Publik di Jakarta. Selain dalam bidang manajemen, dirinya juga beberapa kali mengkuratori dan menjadi penulis dalam pameran-pameran yang secara spesifik membahas medium atau batasan artistik tertentu. Minatnya berpokok dan berkembang pada pengelolaan struktur, keberlanjutan & jangkauan program, serta inklusivitas dalam ranah seni budaya.
Christine Toelle (b.1996) is an art practitioner based in Indonesia. Her focus on art research and publications started in non-profit communities in 2015 and is currently working as an Education and Public Programs Coordinator in Jakarta. Setting aside her works in art management, she has also written and curated several exhibitions specifying the development of artistic mediums. Her interest leads and expands within the development of structures, program outreach & sustainability, and inclusivity in the art and cultural scene.

Luthfi Zulkifli

Luthfi Zulkifli (b.1994) adalah kurator independen dan art director yang berdomisili di Indonesia. Setelah lulus dari bangku kuliah, Luthfi kerap menggunakan berbagai pendekatan dalam menciptakan sebuah karya atau pameran yang berfokus pada penyebaran distribusi pengetahuan.
Luthfi Zulkifli (b.1994) is an independent curator and art director based in Indonesia. After graduating from college, Luthfi often uses various approaches in creating a work or exhibition that focuses on the distribution of knowledge.

Bob Edrian

Bob Edrian merupakan seorang kurator dan penulis yang berbasis di Bandung. Karya-karyanya berfokus pada penelitian mengenai perkembangan seni bunyi dan seni media. Proyek kuratorial yang pernah ia kerjakan antara lain Bandung New Emergence Vol. 6: Listen! (2016), Intomedia (2017), Soemardja Sound Art Project (2018), International Media Art Festival Instrumenta (2018-2019), Pancaran Citra Lokal (2020), dan Universal Iteration (2021). Saat ini ia bekerja sebagai kurator di NuArt Sculpture Park, Bandung, sekaligus direktur Audial Plane, sebuah divisi sound art dan musik eksperimental di Orange Cliff Records. Tulisan terakhirnya dimuat di The Bloomsbury Handbook of Sound Art (2020).

Yovista Ahtajida

Yovista Ahtajida adalah seniman independen yang tinggal di Jakarta. Karya-karyanya sering mengangkat relasi kapitalisme dan Islamisme berdasarkan pengalaman keluarga muslim fundamentalis dan latar belakang pendidikan. Pada 2012 ia mendirikan The Youngrrr, sebuah kolektif seni video. Karyanya dengan The Youngrrr telah dipresentasikan di European Media Art Festival (EMAF) 2014, Berlin International Film Festival (Berlin, 2014), South Asian Visual Art Centre (Toronto, 2014) dan Jakarta Biennale 2015. Karya tunggalnya telah dipresentasikan dalam Video Vortex XI, pada Kochi Muziris Biennale (India, 2017), W:OW 18, Torrance Art Museum (Los Angeles, 2018) dan Bandung Contemporary Art Award 2017. Pameran tunggalnya bertajuk Hijrah di LIR Space Yogyakarta (2018).

Rizki Lazuardi

Rizki Lazuardi adalah seniman dan kurator yang bekerja dengan medium gambar bergerak dan expanded cinema. Ia menyelesaikan pendidikan Film dan Seni Media di HFBK University of Fine Arts Hamburg, Jerman. Karya dan programnya menjadi bagian dari sejumlah pameran dan festival, di antaranya IFFR Rotterdam, Singapore Art Museum, European Media Arts Festival Osnabrueck, Image Forum Tokyo, dan Jakarta Biennale. Saat ini ia menjadi salah satu konsultan program di Arsenal Berlin untuk Berlinale Forum.

Indah Arsyad

Indah Arsyad berkarya dalam bentuk tulisan, instalasi, patung dan seni media. Karya-karyanya mengangkat isu-isu sosial, budaya dan lingkungan yang selalu didasarkan pada penelitian ilmiah. Ia menyelesaikan pendidikan di Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti. Karyanya telah dipamerkan dalam berbagai pameran nasional dan internasional, termasuk pameran tunggal di Museum Nasional Indonesia dengan tajuk On The Way (2008). Ia juga berpameran di London Art Biennale di Chelsea Old Town Hall (United Kingdom, 2021) dan KNOCK KNOCK KNOCK di Hancock Art Museum (Korea Selatan, 2021).

Eldwin Pradipta

Eldwin Pradipta adalah lulus Jurusan Intermedia, Fakultas Seni & Desain, Institut Teknologi Bandung. Karyanya kerap mengeksplorasi proyeksi video dan media digital lainnya. Ia pernah terpilih sebagai salah satu finalis BaCAA ke-4 pada 2015 dan turut mengambil bagian dalam Indonesia Art Award 2015 yang diinisiasi oleh Yayasan Seni Rupa Indonesia. Pada 2016, Eldwin bergabung dengan beberapa pameran bersama, seperti A.S.A.P. New Contemporary Artist from Indonesia (Galeri G13 Kuala Lumpur, Malaysia) dan Stills in Action, Video Stage di Art Stage (Marina Bay Sands, Singapura). Ia juga telah mengikuti beberapa pameran, seperti South East Asia Forum (Art Stage Singapore) dan Fantasy Island in Objectificts (Center for Film and Photography, Singapura, 2017). Karyanya pernah dipamerkan di Manifesto 6.0: Multipolar (Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2018) dan Beyond Painting: Extend the Boundaries (Art Expo Malaysia, 2019).

Universal Iteration: Intermissions

28 Mei 2022 - 28 Mei 2023

Seniman: Aki Onda, Eldwin Pradipta, Indah Arsyad, Rizki Lazuardi, XXLAB, dan Yovista Ahtajida
Kurator: Asikin Hasan, Bob Edrian

Waktu Jeda dan Limbah Pemanfaatan Internet

Teknologi internet telah merasuk dalam segala aktivitas manusia hari ini. Bagi kebanyakan orang, internet mungkin saja telah menjadi kebutuhan yang mengisi celah antara kebutuhan primer dan sekunder. Pada kenyataannya, manusia tentu bisa hidup tanpa internet. Terlepas dari persoalan sebaran akses internet, ditambah dengan ragam kekuatan jaringan yang bergantung pada penyedia dan titik akses, secara global internet telah memicu banyak kemungkinan dan potensi baru di berbagai bidang.

Pemanfaatan teknologi internet menuntut manusia untuk memahami waktu dan tempat secara berbeda. Ada yang harus dibagi, waktu dan tempat di dunia nyata sekaligus di dunia maya. Apa efek samping dari alokasi ‘bergantian’ aktivitas di dunia fisik dan dunia maya? Potensi terkikisnya waktu berhenti atau waktu jeda adalah salah satunya. Apa yang dimaknai sebagai ‘waktu luang’ di dunia nyata, kini ‘diisi’ oleh ramainya dunia virtual. Secara tidak langsung, manusia telah mengganti waktu rehatnya dengan interaksi virtual. Selain ketika tiba waktu tidur, apakah manusia masih mampu beristirahat di putaran 24 jam?

Tidak hanya memengaruhi kesadaran ruang dan alokasi waktu manusia setiap hari, pemanfaatan teknologi internet juga menapakkan jejaknya terhadap lingkungan berupa jejak karbon. Pemanfaatan yang cenderung eksesif jelas meningkatkan produksi jejak karbon. Internet bermanfaat secara global, tetapi juga memunculkan permasalahan yang berskala global. Meningkatnya suhu bumi, cuaca ekstrim dan bencana alam, perubahan produksi rantai makanan, hingga penyebaran penyakit merupakan bentuk-bentuk konsekuensi yang tentunya harus dicermati.

Berdasarkan pada dua isu utama di atas, Universal Iteration mengajukan tema Intermissions sebagai titik tolak eksplorasi artistik dalam karya-karya berbasis internet. Universal Iteration edisi tahun 2022 melibatkan enam seniman yang merespons tema Intermissions. Aki Onda, Eldwin Pradipta, Indah Arsyad, Rizki Lazuardi, XXLab, dan Yovista Ahtajida menyajikan spektrum pemahaman dan eksplorasi yang mengitari isu-isu terluar dari teknologi internet. Universal Iteration: Intermissions mencakup beberapa upaya artistik yang mengetengahkan penelusuran tingkat pencemaran sungai di suatu daerah, kepedulian terhadap jejak karbon melalui kampanye hapus data-menanam pohon, ramainya akses film populer melalui website bajakan, manusia dan non-manusia yang saling berkejaran dalam lingkup verifikasi akses informasi dan pencarian ilmu agama, hingga renungan bencana dalam bentuk performatif.

Secara umum, Universal Iteration: Intermissions menawarkan alternatif pemikiran dan interaksi terhadap ragam dampak yang ditimbulkan oleh teknologi internet. Pemikiran dan interaksi yang mustahil dilakukan jika kita tidak bisa menjaga jarak dengan layar.

Berhenti sejenak, hiruplah udara segar.

Bob Edrian
Kurator

Bob Edrian merupakan seorang kurator dan penulis yang berbasis di Bandung. Karya-karyanya berfokus pada penelitian mengenai perkembangan seni bunyi dan seni media…

Seluruh
Program

Seniman

XXLAB

XXLAB adalah grup inisiatif dari Yogyakarta yang terdiri atas beberapa perempuan dengan berbagai latar belakang disiplin dan keahlian. XXLAB berfokus pada eksplorasi seni, sains dan teknologi bebas berbasis open source (sumber terbuka) software dan hardware yang dikerjakan secara DIY (Do It Yourself) dan DIWO (Do It With Others). XXLAB terbentuk pada 2013, sebagai kelanjutan dari lokakarya berseri “Ms. Baltazar ID”. Pada 2015 XXLAB memenangi penghargaan Voestalpine Award Prix Ars Electronica, sebuah penghargaan bergengsi di bidang seni media baru untuk kategori “next idea”. XXLAB juga mengikuti berbagai pameran seni dan inovasi, serta aktif mengadakan berbagai edukasi nonformal.

Aki Onda

Aki Onda adalah seorang seniman dan komposer yang tinggal di Mito, Jepang. Karya-karyanya sering mengangkat isu sekitar ingatan, baik pribadi, kolektif dan sejarah. Salah satu proyeknya yang terkenal adalah Cassette Memories (2004) yang direkam selama tiga dekade. Ia pernah berkolaborasi dengan beberapa seniman, di antaranya Michael Snow, Ken Jacobs, Raha Raissnia, Loren Connors, David Toop dan Akio Suzuki. Karyanya telah dipresentasikan di berbagai negara, di antaranya documenta 14, Museum Louvre, Pompidou Center, Palais de Tokyo, Fondation Cartier, Argos, Bozar, ICA London, International Film Festival Rotterdam, Toronto Biennial of Art, The Kitchen, MoMA, MoMA P.S.1, New Museum, Blank Forms, ICA Philadelphia, REDCAT, PICA dan Nam June Paik Art Center.