Pembacaan Sajak Chairil Anwar
Pameran Arsip “100 Tahun Chairil Anwar: Aku Berkisar Antara Mereka”
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Maret 1943
*Versi Deru Campur Debu
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Doa
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hampa
kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
*Versi Deru Campur Debu
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Nisan
untuk nenekanda
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
dan duka maha tuan bertakhta.
Oktober 1942
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
1943
Racun berada di reguk pertama
Membusuk rabu terasa di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam-membelam
Jalan kaku-lurus. Putus
Candu.
Tumbang
Tanganku menadah patah
Luluh
Terbenam
Hilang
Lumpuh.
Lahir
Tegak
Berderak
Rubuh
Runtuh
Mengaum. Mengguruh
Menentang. Menyerang
Kuning
Merah
Hitam
Kering
Tandas
Rata
Rata
Rata
Dunia
Kau
Aku
Terpaku.
1943
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Senja di Pelabuhan Kecil
buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak
elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa
terdekap.
1946
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Buat Gadis Rasid
Antara
daun-daun hijau
padang lapang dan terang
anak-anak kecil tidak bersalah, baru bisa lari-larian
burung-burung merdu
hujan segar dan menyebar
bangsa muda menjadi, baru bisa bilang “aku”
Dan
angin tajam kering, tanah semata gersang
pasir bangkit mentanduskan, daerah dikosongi
Kita terapit, cintaku
— mengecil diri, kadang bisa mengisar setapak
Mari kita lepas, kita lepas jiwa mencari jadi merpati
Terbang
mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat
— the only possible non-stop flight.
Tidak mendapat.
1948
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kabar Dari Laut
Aku memang benar tolol ketika itu,
mau pula membikin hubungan dengan kau;
lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu,
berujuk kembali dengan tujuan biru.
Di tubuhku ada luka sekarang,
bertambah lebar juga, mengeluar darah,
di bekas dulu kau cium napsu dan garang;
lagi aku pun sangat lemah serta menyerah.
Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi.
Pembatasan cuma tambah menyatukan kenang.
Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang.
Dan kau? Apakah kerjamu sembahyang dan
memuji,
Atau di antara mereka juga terdampar,
Burung mati pagi hari di sisi sangkar?
1946
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kawanku dan Aku
*Versi Deru Campur Debu
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kawanku dan Aku
*Versi Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus
kepada L.K. Bohang
Kami jalan sama. Sudah larut
Menembus kabut.
Hujan mengucur badan.
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan.
Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat.
Siapa berkata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga.
Dia bertanya jam berapa!
Sudah larut sekali
Hingga hilang segala makna
Dan gerak tak punya arti
5 Juni 1943
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Derai-Derai Cemara
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
*Versi Naskah Asli
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Aku Berkisar Antara Mereka
Aku berkisar antara mereka sejak terpaksa
Bertukar rupa di pinggir jalan, aku pakai mata
mereka
pergi ikut mengunjungi gelanggang bersenda:
kenyataan-kenyataan yang didapatnya.
(bioskop Capitol putar film Amerika,
lagu-lagu baru irama mereka berdansa)
Kami pulang tidak kena apa-apa
Sungguhpun Ajal macam rupa jadi tetangga
Terkumpul di halte, kami tunggu trem dari kota
Yang bergerak di malam hari sebagai gigi masa.
Kami, timpang dan pincang, negatip dalam janji
juga
Sandarkan tulang belulang pada lampu jalan saja,
Sedang tahun gempita terus berkata.
Hujan menimpa. Kami tunggu trem dari kota.
Ah hati mati dalam malam ada doa
Bagi yang baca tulisan tanganku dalam cinta
mereka
Semoga segala sypilis dan segala kusta
(Sedikit lagi bertambah derita bom atom pula)
Ini buktikan tanda kedaulatan kami bersama
Terimalah duniaku antara yang menyaksikan bisa
Kualami kelam malam dan mereka dalam diriku
pula.
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Aku Berada Kembali*
Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna, kapal-kapal, elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari
lain.
Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelak-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.
Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar seterang
guruh.
1949
*Judul sajak ini berasal dari editor buku (sumber); semula sajak ini tanpa judul
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Krawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang
berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan
arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang
berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan
kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan
impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi.
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tuti Artic
Antara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga,
Adikku yang lagi keenakan menjilat es artic;
Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca
cola.
Istriku dalam latihan: kita hentikan jam berdetik.
Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal
terasa
— ketika kita bersepeda kuantar kau pulang —
Panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara,
Mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang.
Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali
bertukar;
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu:
Sorga hanya permainan sebentar.
Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu
Aku dan Tuti + Greet + Amoi … hati terlantar,
Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.
1947
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sia-Sia
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan Suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.
Lalu kita sama termangu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak mengerti
Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
Februari 1943
*Versi Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus
Sumber: Aku Ini Binatang Jalang: Koleksi Sajak 1942-1949 (2007), Cetakan ke-19, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.